Senin, 21 Juli 2014

Terjebak Nostalgia


#dokpri_terjebaknostalgia

Ini bukan hanya sekedar judul lagu dari seorang penyanyi wanita Indonesia bernama Raisa. Tapi ini adalah sebuah perjalanan panjang sepotong hati yang terlanjur sering terjatuh lalu berusaha bangkit hingga untuk yang ke sekian kalinya, dia kini terjebak lagi dalam ruang nostalgia. Masa lalu memang akan menjadi bagian bagi setiap insan, kita memang diharuskan untuk tidak selalu memandang masa lalu, tapi menjadikannya sebagai pelajaran untuk bersikap lebih baik di masa kini dan yang akan datang.
Setiap kejadian lampau adalah sudah menjadi kepastian akan berlabelkan masa lalu, dan merasa kembalinya kita ke masa lalu membuat kita larut dalam suasana, nostalgia namanya. Tapi, akankah kita bisa menikmati suasana nostalgia penuh warna yang dulu kita ukir itu selamanya? Tidak, kita harus segera bangun dari rasa nyaman dan perasaan dimanjakan oleh suasana nostalgia untuk sekedar menyadari bahwa kita harus realistis.
***
Neri segera mengusap air matanya yang sudah mengalir deras sejak 2 jam lalu, tepat ketika dia mengingat tiap momen dalam lembaran buku album merah yang sudah kusam itu. Hatinya teriak menangis, tubuhnya bergetar, mulutnya tak mampu berucap satu kata pun, dipandangnya sebuah potret dalam lembar terakhir, wajah itu terlihat segar, tersenyum lepas dan memancarkan kebahagiaan disetiap sorot matanya.
“Kang...” Bisiknya lirih.
Diusapnya berkali-kali potret suaminya itu yang kini sudah tenang disisi Tuhan Yang Maha Kuasa. Rasanya tak ingin beranjak dari masa-masa ketika masih bersama suami tercinta, dia kehilangan sosok suaminya ketika baru 2 bulan mereka dikaruniai seorang anak kembar dengan jenis kelamin berbeda, kakaknya diberinama Ali Husein dan adiknya diberinama Nur Fatimah. Kini, anak mereka sudah menginjak usia ke 8 tahun. Neri mengasuh mereka sendirian. Walaupun usianya masih terbilang muda, tapi dia belum memikirkan mencari sosok ayah dalam wujud nyata untuk anak-anaknya. Neri tersenyum lirih dalam lamunannya.
“Sayaang, terima kasih sudah berjuang untuk melahirkan buah hati kita. Alhamdulillah anak kita kembar, seperti keinginanmu. Maha Besar Allah, secara genetik, kita berdua tidak memiliki keturunan gen kembar, Alhamdulillah...” Kata Azis seraya mengusap keringat sang istri.
“Iya, kang. Alhamdulillah.” Neri tersenyum dengan sisa desahan nafas yang menandakan kelegaan dan puji syukur.
“Nanti kita beri nama siapa, Sayang?” Tanya Azis.
“Aku mau request yang perempuan diberi nama Nur Fatimah.”
“Nama yang cantik, Sayang. Baiklah yang laki-laki aku beri nama Ali Husein. Setuju?”
“Setuju, Kang. Bagus. Semoga anak-anak kita diberi umur yang panjang dan tumbuh menjadi pribadi yang sholeh dan sholehah. Aamiin.”
“Aaaamiiiinnnn.”
Tapi, kebahagiaan itu seketika lenyap. Azis, sang suami telah berpulang dengan tenang. Neri segera menutup album itu dan menyimpannya ditempat semula yaitu didalam lemari bajunya. Aku tidak akan pernah menyesali semua yang terjadi, Kang. Rasanya, aku tidak benar-benar kehilanganmu, mungkin raganya iya, tapi hatimu akan tetap bersemat dalam jiwa ini dan dalam jiwa-jiwa kecil kita, Ali dan Nur. I love u so much, Kang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar