Masih lekat dalam
ingatanku, waktu itu—ketika sedang semangat mengerjakan revisian—laptopku
rusak. Oke, sudah terbayangkah perasaanku saat itu?
Mungkin bagimu tidak. Tapi bagiku,
ketika itu, dunia seperti berakhir.
Mungkin bagimu tidak. Tapi bagiku,
ketika itu, dunia seperti tak berpihak padaku.
Mungkin bagimu tidak. Tapi bagiku,
ketika itu, aku seperti ingin pergi ke bulan karena bumi sepertinya sudah tidak
asik lagi. Dan, di bulan mungkin aku bisa bertemu arwah Neil Amstrong, lalu aku
bisa curhat padanya, ya paling tidak ada mantan manusia utuh yang pernah punya empati.
Mungkin bagimu tidak. Tapi bagiku,
ketika itu, aku seperti ‘harus’ marah-marah ke semua orang untuk sekedar
memberitahukan kepada mereka bahwa aku sedang kecewa.
Mungkin bagimu tidak. Tapi bagiku,
ketika itu, ototku lemas, perasaanku gelisah, mataku panas, perih dan berat.
Dan yang kulakukan hanya menangis.
Panik laptopku mati total, alih-alih mencari solusi, aku hanya memukuli
kepalaku dengan kepalan tanganku sendiri.
Betapa aku menyesal, laptopku rusak
karena ulahku sendiri. Selama ini, laptop tak sepenuhnya dipakai untuk
mengerjakan tugas kuliah. Tetapi juga digunakan untuk download film, main game,
ngedengerin full music dari sore ampe
subuh, dan bahkan aku pernah dengan tidak sengaja menjatuhkannya.
Beberapa hari sebelumnya, temanku
sempat bicara kalau laptopku cepet panas, jadi harus segera di instal ulang.
Tapi, kubilang, “ya, nanti saja,” alias mengabaikan peringatan teman yang
mungkin pengalaman juga laptopnya pernah rusak.
Ini adalah kedua kalinya laptopku
rusak, pertama netbook kesayanganku
yang rusak karena ketumpahan air minum.
Kepanikanku beragam kali ini, pertama,
ini laptop yang sejatinya bukan punya aku, karena bukan hasil uang aku sendiri
dan cukup takut dimarahi karena ini yang kedua kalinya aku merusak laptop. Seperti
terkesan tak belajar dari pengalaman pertama. Hiks T_T
Kedua, di dalam laptopnya banyak data
punya bapakku yang tak ada backup-annya,
mungkin data punyaku gak sepenting punya bapakku.
Ketiga, dalam kondisi sedang melakukan
perbaikan revisi proposal tugas akhir, aku panik sekali karena besoknya harus
segera dikumpulkan ke dosen pembimbing. Yang ini panik parah sebenernya, data
revisi yang sudah aku cari, hilang seketika. Dalam jangka pendek, poin ini
paling penting pada saat itu karena dalam bayanganku adalah hasil kerja kerasku
mencari bahan-bahan untuk revisi laksana angin, berlalu begitu saja. Dalam
bayanganku pula, esoknya aku akan dimarahi dan rusaknya laptopku tidak bisa
dijadikan alasan. Tetapi, bayangan itu benar-benar hanya bayangan saja,
ketakutan yang berlebihan. Besoknya, aku masih bisa melakukan perbaikan revisi
di laptop temanku dan dospem memberi dispensasi untuk perbaikan selanjutnya ada
pengunduran waktu deadline.
Alhamdulillaaaaah.
Keempat, selain data revisi, walau tak
sepenting data-data punya bapakku, tapi beberapa data berisi naskah yang sudah
sekian lama kusimpan baik-baik, terancam hilang juga (jika kondisi kerusakannya
parah sampe ke hard disk).
Kelima, aku seperti tak siap akan
mengerti arti kehilangan. Aku merasa Allah memberi ujian ini agar mental aku
lebih kuat, atau bahkan ini hukuman dari sikap aku selama ini yang ceroboh.
Apakah yang aku rasain ini berlebihan?
Keadaan seperti itu cukup membuat aku tidak mengontrol diri, emosiku
benar-benar memuncak, semua orang yang bicara padaku saat itu kena imbasnya,
aku benar-benar tidak bisa berpikir bagaimana solusi terbaik, yang ingin aku
lakukan saat itu adalah pergi ke bulan, dan karena mustahil, hal itu semakin
membuat aku kecewa.
Bagaimana perasaanmu jika revisian
hilang dalam kondisi besoknya harus menghadap dosen pembimbing? [ ]
Karang Anyar, 21 Desember 2015
Srea,
Bersama rasa kecewa pada diri sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar