Jumat, 25 April 2014

Kekasih Yang Tak Dianggap

 “Makasih ya, Nes. Maaf jadi ngerepotin. Hehehe”
“Iyaa, Di. Sama-sama, aku seneng bisa bantu kamu. Tapi, aku gak janji kapan bisa ngomong ke Mila nya. Nanti aku kabari lagi deh”
“Iyaa, aku tunggu ya. Hehehe. Eh, tapi kamu gak cemburu kan?”
“Yeee, enggaklah. Biasa aja, hehe”
“Hehehe, becanda.. Yaudah, udahan dulu yaa. Met malem, Ines. Assalamu’alaikuum”
“Iyaa, malem juga. Waalaikumussalam”
Tut.. tut.. tuuuttt... Telepon ditutup oleh Eldi. Sejenak, aku terdiam dengan handphone yang masih berada di telingaku. Ingin rasanya aku berteriak kencang. Tapi, nyatanya aku hanya bisa terdiam, pura-pura tersenyum.
Eldi adalah cowok incaranku sejak di bangku SMP, kita pernah sekelas waktu kelas 1. Dulu, dia orangnya cuek banget sama aku, bahkan dia pernah bilang kalau dia sempat gak suka sama aku karena sikapku yang centil. Tapi sekarang, kita sering komunikasi, baik lewat telepon, sms, ataupun bertemu langsung. Dan, karena seringnya kita berkomunikasi, mungkin inilah yang orang-orang bilang tentang Cinta Lama Bersemi Kembali, aku kembali menyimpan perasaan kepadanya. Sering, aku merasa dia memiliki perasaan yang sama, tapi dugaan itu sirna ketika dia sudah membicarakan mantan pacarnya, Mila. Mereka pacaran sudah sejak kelas 2 SMP, ya, sejak aku sangat mengaguminya. Wajar bila dulu aku merasa kecewa, karena bisa dibilang akulah yang pertama mencintainya. Tapi ironis, Eldi memilih wanita yang memang lebih cantik dariku. Patah hati dan galau. Semakin mereka mesra, maka semakin dalam rasa benciku terhadap mereka.
Sudah 2 minggu ini, Eldi sering cerita tentang mantannya. Dia sering memimpikannya dan katanya rindu. Tapi, Mila mantannya itu, kini sudah menikah hampir 3 bulan. Eldi meminta tolong kepadaku untuk menyampaikan rasa penyesalannya dan permintaan maaf kepada Mila karena dulu pernah mengabaikannya ketika mereka sempat putus. Karena alasan sudah menikah itulah Eldi meminta bantuan kepadaku, tidak mungkin dia berbicara langsung kepada Mila yang kini sudah bersuami, takut ada kesalahfahaman dan menjadi masalah besar. Menurutku, tindakan Eldi cukup bijak, dan memang harus segera diselesaikan agar tidak menjadi prasangka yang berlebihan.
Aku, yang sama sekali tidak dekat dengan Mila, meng’iya’kan untuk membantu Eldi. Aku berfikir akan merasa senang jika bisa membantunya bagaimanapun caranya. Selain itu, alasan aku ingin membatunya adalah agar teka-teki mimpinya Eldi segera terjawab dan agar tidak ada lagi kata Mila dalam pembicaraan aku dengannya. Rasanya sakit sekali mendengar kata Mila dari bibirnya, lebih sakit dari melihat mereka bermesraan ketika dulu sejak SMP itu.
Perasaan kagum yang semakin membara seiring dengan seringnya aku dan Eldi berkomunikasi, selama itu pula curhatan Eldi tentang Mila semakin membludak. Inilah kisahku, kekaguman yang tak pernah terbalaskan nyata. Bayangan menjadi kekasihnya semakin hari semakin akan sirna. Kini, aku hanya sebagai kekasih yang tak pernah dianggap. Entah sampai kapan, perasaanku ini akan bertahan. Entah akan luntur seiring derasnya air mata hati yang terluka oleh sikap Eldi, namun tanpa dia sadari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar