Rabu, 25 Februari 2015

Cerpen; Generasi Menyontek - Karya: Srea



Angkot jurusan Dago-Riung pun melaju dengan santainya ditengah jalanan Bandung yang ramai lancar. Sebagai salah satu penumpang cantik dari lima wanita lainnya, aku dan temanku, Asy, sedang asik membicarakan lika-liku perjalanan tugas akhir pertamanya, aku yang tak lama lagi menyusulnya untuk menyusun tugas akhir tentu sangat ingin mencuri kisahnya agar paling tidak aku mempunyai gambaran kelak; satu semester lagi, insyaAllah.
Terbentuk Negara didalam Negara, ternyata ada forum lain di dalam angkot, ketiga wanita yang usianya diperkirakan seumuran pun sedang asik membicarakan kisah mereka yang aku tak sengaja mendengarnya; mereka membicarkan ujian di kampusnya.
Angkot berhenti, padahal tidak ada yang bilang ‘kiri’. Kami sebagai penumpang tidak bingung, karena supir angkot memang begitu, mempersilakan masuk kepada penumpang lain yang pada saat itu menjelma sebagai seorang bapak tua yang suaranya lantang dan wajahnya segar.
“Pak, turun di terminal ya?” ujar bapak tua itu.
“Siap, Pak” jawab supir angkot.
Angkot melaju. Begitupun pembicaraan ‘dua kubu’ di dalam angkot itu.
“Untung saja pengawasnya baik, sengaja bawa novel biar gak ganggu kita lagi ujian. Hahaha.” Ungkap salah satu wanita di sebelah Asy. Dua teman yang lainnya menyahut dengan tawa kemenangan.
“Nah ini! Orang Indonesia itu sekarang bodoh-bodoh karena generasinya suka menyontek!” celetuk bapak tua yang sedari tadi mungkin mendengarkan cuplikan percakapan salah satu kubu itu. Tentu saja, percakapan mereka jelas dan keras. Aku dan Asy seperti pura-pura tak mendengar, kami tetap berbicara meskipun mata dan pikiran sudah mulai memperhatikan sekitar.
Ketiga wanita itu kaget. Tak sadar percakapan yang pantas disebut aib itu mereka bicarakan ditempat umum.
“Generasi dulu dengan sekarang itu beda. Orang jaman dulu itu cerdas dan pintar karena mereka selalu berfikir. Anak-anak jaman sekarang sudah terpengaruh oleh benda ini nih.” Lanjut bapak tua sembari menunjuk ke hape salah satu wanita itu.
Sudah terbaca mimik muka ketiga wanita itu sangat serba salah. Mereka seperti menyembunyikan tawa dan malu.
Pada saat aku turun dari angkot, meninggalkan pembicaraan panas layaknya petuah seorang bapak kepada anaknya, temanku, Asy bertanya: “Maksud bapak itu tadi apa ya? Kok muka anak-anak tadi langsung berubah?”
“Iya. Anak-anak tadi sedang membicarakan menyontek ujian. Bapak itu langsung menceramahi.” Jawabku.
“Oh ya.” Sahut Asy.
“Tapi benar juga kata bapak itu. Bapak itu bilang: “Orang Indonesia bodoh-bodoh karena suka menyontek.” Lanjutku.
“Waktu aku D3 di Malaysia, tidak pernah ujiannya open book. Jadi pas disini ujiannya ada yang open book, aku merasa aneh.”
“Menyontek yang diperbolehkan. Tapi membuat kita menjadi malas menghafal. Hahaha.”
“Ya, benar.” Jawabnya singkat.
Beberapa detik. Setelah berhasil menyebrang jalan. Setelah itu aku baru menyadari.
JLEB! Serasa ditampar. Serasa menjelekan diri. Serasa mempermalukan diri sendiri dan bangsa sendiri. Aku baru sadar temanku ini turis Malaysia. []

Di hari libur gara-gara imlek
Bandung, 19 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar