#dokpri_terjebaknostalgia
Ini
bukan hanya sekedar judul lagu dari seorang penyanyi wanita Indonesia bernama
Raisa. Tapi ini adalah sebuah perjalanan panjang sepotong hati yang terlanjur
sering terjatuh lalu berusaha bangkit hingga untuk yang ke sekian kalinya, dia
kini terjebak lagi dalam ruang nostalgia. Masa lalu memang akan menjadi bagian
bagi setiap insan, kita memang diharuskan untuk tidak selalu memandang masa
lalu, tapi menjadikannya sebagai pelajaran untuk bersikap lebih baik di masa
kini dan yang akan datang.
Setiap
kejadian lampau adalah sudah menjadi kepastian akan berlabelkan masa lalu, dan
merasa kembalinya kita ke masa lalu membuat kita larut dalam suasana, nostalgia
namanya. Tapi, akankah kita bisa menikmati suasana nostalgia penuh warna yang
dulu kita ukir itu selamanya? Tidak, kita harus segera bangun dari rasa nyaman
dan perasaan dimanjakan oleh suasana nostalgia untuk sekedar menyadari bahwa
kita harus realistis.
***
Neri
segera mengusap air matanya yang sudah mengalir deras sejak 2 jam lalu, tepat
ketika dia mengingat tiap momen dalam lembaran buku album merah yang sudah
kusam itu. Hatinya teriak menangis, tubuhnya bergetar, mulutnya tak mampu
berucap satu kata pun, dipandangnya sebuah potret dalam lembar terakhir, wajah
itu terlihat segar, tersenyum lepas dan memancarkan kebahagiaan disetiap sorot
matanya.
“Kang...”
Bisiknya lirih.
Diusapnya
berkali-kali potret suaminya itu yang kini sudah tenang disisi Tuhan Yang Maha
Kuasa. Rasanya tak ingin beranjak dari masa-masa ketika masih bersama suami
tercinta, dia kehilangan sosok suaminya ketika baru 2 bulan mereka dikaruniai
seorang anak kembar dengan jenis kelamin berbeda, kakaknya diberinama Ali
Husein dan adiknya diberinama Nur Fatimah. Kini, anak mereka sudah menginjak
usia ke 8 tahun. Neri mengasuh mereka sendirian. Walaupun usianya masih
terbilang muda, tapi dia belum memikirkan mencari sosok ayah dalam wujud nyata
untuk anak-anaknya. Neri tersenyum lirih dalam lamunannya.
“Sayaang,
terima kasih sudah berjuang untuk melahirkan buah hati kita. Alhamdulillah anak
kita kembar, seperti keinginanmu. Maha Besar Allah, secara genetik, kita berdua
tidak memiliki keturunan gen kembar, Alhamdulillah...” Kata Azis seraya
mengusap keringat sang istri.
“Iya,
kang. Alhamdulillah.” Neri tersenyum dengan sisa desahan nafas yang menandakan
kelegaan dan puji syukur.
“Nanti
kita beri nama siapa, Sayang?” Tanya Azis.
“Aku
mau request yang perempuan diberi
nama Nur Fatimah.”
“Nama
yang cantik, Sayang. Baiklah yang laki-laki aku beri nama Ali Husein. Setuju?”
“Setuju,
Kang. Bagus. Semoga anak-anak kita diberi umur yang panjang dan tumbuh menjadi
pribadi yang sholeh dan sholehah. Aamiin.”
“Aaaamiiiinnnn.”
Tapi,
kebahagiaan itu seketika lenyap. Azis, sang suami telah berpulang dengan
tenang. Neri segera menutup album itu dan menyimpannya ditempat semula yaitu
didalam lemari bajunya. Aku tidak akan
pernah menyesali semua yang terjadi, Kang. Rasanya, aku tidak benar-benar
kehilanganmu, mungkin raganya iya, tapi hatimu akan tetap bersemat dalam jiwa
ini dan dalam jiwa-jiwa kecil kita, Ali dan Nur. I love u so much, Kang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar