#dokpri_gamaunikahdulu,belumnikah!!
Disebuah
arena permainan terbesar di Jakarta, sekolahku mengadakan acara perpisahan kelas
3 disana. Aku dan teman-teman tidak ingin terlewatkan menikmati semua wahana
yang ada, terutama wahana-wahana yang ekstrem. Waktu itu kami harus rela
mengantri dalam antrian panjang, waah
banyak peminatnya juga ternyata, aku saja ini belum apa-apa uda keringat
dingin, apalagi melihat ekspresi teman-teman yang telah lebih dulu naik wahana
itu. Diman, adik kelasku yang diminati para wanita ‘gila koin’ itu sudah
duduk dan sedang menikmati detik-detik wahana itu dimulai, mukanya terlihat
sedikit pucat, ah mungkin memang kulitnya yang putih, tapi tidak bisa
dipungkiri bahwa ketegangan mulai terlihat diwajahnya. Hihihi, terlihat lucu
sekali ekspresinya. Padahal dia yang paling sok’ berani dan mengejek temannya
yang tidak naik wahana itu ketika masih dalam antrian tadi.
“Semuaa
SIAAAP!” Seru pemuda penjaga wahana itu.
“SIIAAAAPPPP!
Hahaha.” Jawab mereka.
“Huuuuuuuuuu”
Sorak sorai kami dari barisan antrian.
Dan
permainan pun dimulai......
“Aaaaaaaaaaaaaaa,
mamaaaaaa”
“Udaaaaahh
ii udaaaah Aaaaaaaaaaa.”
“Allaaaaahhhhhhhhhuakbaaaarrrrr
aaaaaaaa cukuuupppp aaaaaa.”
Terdengar
jeritan dan ocehan tidak jelas dari arah wahana ektrem yang sedang beraksi itu.
Kami yang menonton tertawa melihat mereka. Padahal sebentar lagi kami akan
merasakan apa yang mereka rasakan. Haha.
Tapi,
pandanganku tertuju pada satu orang. Diantara jeritan dan teriakan mereka, ada satu
kalimat yang aku dengar sekilas tapi begitu jelas, suara itu keluar dari mulut
sang idola para wanita ‘gila koin’, Diman. “Emmaaakkkk,
stooopppppp... acan kawwiiinnn iiihhh aaaaaaaa.”
HAH?
Hahaa. Dari sekian teriakan dan ocehan tidak jelas, itu yang membuatku ketawa
geli sampai sekarang. Diman yang aku kenal selama ini adalah orang yang cuek,
sombong, cool dan ganteng. Sama sekali tidak terbayangkan dia akan bicara seperti
itu. Tambah lucu lagi jika membayangkan ekspresinya, haha, parah! Pada waktu
itu, entah hanya aku saja yang menyadari atau ada yang lain juga yang menangkap
kalimat itu. Tapi, setelah kejadian itu, teman-temanku maupun adik kelasku yang
menyaksikan sama sekali tidak membahas soal tadi, padahal menurutku ini bisa
jadi gosip terhangat alias tranding
topic! Hahaha.
***
Tawa
Rama dan Ardan kian memuncak. Di warung kopi si Mamih mereka berbincang-bincang
tentang suatu hal. Aku dan Dahlia yang duduk bersebelahan dengan mereka walau
berbeda meja sangat jelas sekali mendengar percakapan dua pemuda yang kian
membara jiwa mudanya itu.
“Heh,
Bro. Lu kapan kawin?” Tanya Rama sambil menyeruput kopi hitamnya.
“Haha.
Heh, pertanyaan Lu gada yang lain napa. Kita ini masih kelas 2 SMK, Lu
nanya-nanya soal kawin ke gue, kemaren aja gue baru diputusin sama si Lisa.”
“HAH?
Lu putus? Siapa yang mutusin?.”
“Ya
Lu nanya siapa yang mutusin, Lu bisa nebak lah siapa. Ya guelah yang
diputusin!”
“Hahahaha.
Kenapa Bro? Ketahuan selingkuh ya?”
“Kampret.”
“Sorry...
kayaknya Lu lagi galau banget ya? Kenapa bisa? Bukannya Lu baru 2 bulan ya
pacaran sama Lisa? Susah banget lagi dapetinnya. Haha.” Celoteh Rama dengan
wajah ‘kepo’nya.
“Iya.
Dia mutusin gue sih katanya karena dia ngerasa keganggu dengan status pacaran
kita. Dia mau sendiri dulu. Dia bilang sih break
dulu, tapi gue gak yakin dia bakal balik ke gue.”
“Haha,
alasan klasik! Hari gini.” Kata Rama serius.
“Gue
juga mikir gitu, Ram. Sumpah sebenernya gue gak terima alesan dia, perasaan gue
gak terlalu over protektif ke dia. Gue juga gak pernah mempermasalahin kalau
dia nolak ajakan pergi gue.”
“Jangan-jangan
dia nerima Lu karena kasihan doang, Bro. Secara Lu ngejar-ngejar dia banget
kan?”
“Masa
sih? Mungkin juga.” Jawab Ardan dengan nada lemas.
“Tapi
gue gak ngeliat Lu galau. Makanya gue gak nyangka Lu putus. Kalo gue baru putus
gitu udah ngisep semua batang rokok yang ada di warung si Mamih nih, hahaha.”
“Lu
gak tahu hati gue sakit banget. Pikiran gue kalut. Gue pengen bunuh diri
rasanya.”
“Heh!
Lu ngomong ngawur gitu. Sampe segitunya ya?”
“Yaaa,
itusih mungkin efek pikiran kalut. Yang sebenarnya gak mungkinlah, gue masih
mikirin masa depan gue kali, masih pengen bernafas di dunia ini, masih pengen
bareng-bareng Lu, dan alasan kuat gue gak mau mati dulu karena gue belum
kawin.”
“Beuh!
Setuju mas Brooo!”
“HAHAHAHA.”
Tawa Rama dan Ardan pecah.
Aku
yang dari tadi berpandangan dengan Dahlia ketika mendengar percakapan mereka
sontak terkaget dan nyaris keselek minuman.
***
Dari
kedua cerpen diatas dapat diambil satu kesimpulan yang sama, kematian dan
menikah. Cerita diatas adalah hanya sebagian kecil contoh dari sekian banyak
kejadian yang intinya adalah sama. Kematian dan menikah memang dua hal yang
bertolak belakang, maksudnya ‘kebanyakan’ orang takut mati dan sangat ingin
menikah. Bener?
Kisah
lain yang sering aku tangkap dari beberapa orang adalah ketakutan mereka akan
tidak memiliki pasangan di dunia atau kata nge-trennya
adalah jomblo. ‘Kebanyakan’ dari mereka jalan pacaran adalah cara mengobati
rasa takut akan tidak memiliki pasangan di dunia, banyak dari mereka yang
berpacaran dengan berani membuat komitmen untuk serius hingga ke pelaminan.
Banyak dari beberapa orang yang takut jika jalan ta’aruf bukan jalan yang
terbaik. Dan semua yang mereka yakini adalah sebuah pilihan yang mereka ambil
sepaket dengan pertanggungjawaban atas pilihannya. Sebuah kalimat yang serupa
dengan cerita diatas adalah:
“Aku tidak ingin mati sebelum menikah.”
“Aku
ingin menikah dulu sebelum mati.”
“Cepetan
nikah, keburu mati.”
Sehingga
kerap kali menikah adalah sebuah tujuan hidup seseorang. ‘Kebanyakan’ orang takut
tidak bisa merasakan indahnya pernikahan ketika sudah mati, padahal sudah
jelas-jelas mati bukan akhir segalanya, kematian justru gerbang awal dari
kehidupan kekal abadi, disana manusia akan diperhitungkan segala amalan ketika
di dunia untuk ditentukan akan masuk ke surga atau neraka.
Allah
SWT berfirman:
Dan sampaikanlah berita gembira kepada
mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga
yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki
buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah
diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan
untuk mereka di dalamnya ada istri-istri (pasangan) yang suci dan mereka kekal
di dalamnya. (QS. Al-Baqarah (2) : 25)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar