Setelah sejenak
menghukum diri dengan memikirkan hal terburuk yang akan terjadi akibat rusaknya
laptopku, aku mulai memikirkan satu hal bahwa aku sudah dewasa. Menangis dan
marah bukan cara orang dewasa menyelesaikan masalah. Entah kerasukan motivator
dari mana, tersirat dalam pikiranku untuk segera mengatasi hal yang bisa
kulakukan, semampuku.
Besok revisian harus dikumpul, sebelum
hari itu menunjukan pukul 00.00 WIB, aku mencoba mengumpulkan nyali untuk
keluar malam mencari warnet. Aku lupa malam itu tepat pukul berapa, sebelumnya
aku berpikir untuk meminjam laptop temanku, tetapi aku butuh koneksi internet
yang cepat untuk mengunduh beberapa jurnal penelitian dan referensi lainnya
yang aku butuhkan. Akhirnya, kuputuskan untuk pergi ke warnet dulu, setelah itu
mengedit di laptop temanku.
Aku tidak terlalu tahu letak warnet di
daerah kostanku. Setauku, dulu memang ada warnet yang cukup ramai. Letaknya di
tepi jalan dekat mini market dan gang sebelah, posisi yang cukup strategis
karena memang dekat toko buku dan tempat jajanan juga di sekitarnya. Warnet
tersebut sepertinya sudah memiliki ruang di hati pelanggan, terbukti karena
selalu ramai dari siang sampai malam. Dulu, beberapa kali aku sempat kesana
untuk nge-print, karena selain harga
bersahabat dengan mahasiswa kostan, juga fasilitas di warnet itu cukup lengkap,
bisa cetak foto dan spanduk dengan berbagai ukuran, tak lupa kualitas pun
memang memuaskan. Dan, penjaga atau—mungkin—pemilik warnetnya pun terlihat
ramah dan ganteng, mungkin itu cukup menjadi modal paling ampuh untuk warnet
menjadi ramai. Manusiawi, cuci mata laaaah!
Tetapi, warnet idaman itu kini telah tiada,
kurang lebih satu tahun yang lalu, warnet itu tutup, aku tidak tahu asalannya
kenapa, tapi sempat membaca spanduk kecil bertuliskan “Tanah Ini Dijual” bahkan
ketika keberadaan warnet itu masih nyata. Dan, tak lama dari situ, warnet itu
tutup. Aku cukup kecewa, karena di sekitarnya memang belum ada fotokopian.
Tetapi, tak lama dari situ, ada fotokopian baru yang jaraknya lebih dekat
dengan gang kostanku dibandingkan dengan jarak warnet itu.
Ingatanku segera kembali ke masalah
yang kuhadapi, bayangan warnet idaman itu seketika sirna, cukup bingung harus
mencari warnet kemana. Dan, aku baru ingat ada warnet di dekat kostanku yang
jaraknya hanya 100 meter saja, tetapi memang aku tak pernah kesana karena
setiap kali lewat pun selalu ramai oleh anak-anak cowok yang kebanyakan memakai
seragam SMP dan SMA.
Sebelumnya aku mengirim pesan singkat ke
temanku yang nge-kost daerah yang sama denganku namun berbeda gang saja, siapa
tahu dekat kostannya ada warnet karena kalau gak salah letaknya dekat sekolah
SMP juga. Namun, pesanku tak kunjung dibalas, sehingga aku memutuskan untuk
pergi keluar untuk datang ke warnet terdekat yang kutahu, sebelum malam terlalu
larut dan gerbang kostan dikunci.
Warnet terdekat itu terlihat tak
terlalu ramai, tetapi lampunya agak redup, aku agak takut sebenernya. Tetapi karena
kepepet, keberanianku tiba-tiba muncul begitu saja, hal ini biasanya disebut power of kapepet. Aku pergi ke warnet
tersebut, dugaanku benar, banyak anak-anak cowok yang sedang memenuhi ruangan
warnet tersebut. Aku segera memasuki warnet, mulai gak enak hati sebenernya,
ada bau asap rokok yang menyengat dan membuat tak nyaman. Ah, tapi kan cuma
sebentar, pikirku. Dan, kupilih komputer yang dekat dengan operator sekaligus
dekat dengan pintu masuk, kebetulan kosong.
“Mau paket berapa, Teh?” tanya
operator warnet.
“Nggak di paket, A,” jawabku.
“Oh ya, Teh.”
Kunyalakan CPU dan monitor komputer,
layar yang pertama muncul adalah gambar pilihan situs game online yang beragam. Aku klik close dan mulai mencari om gugel, dan ternyata ketemu, dan segera
meluncur untuk mencari bahan untuk revisian yang sudah aku list di notebook ku.
Beberapa file yang aku unduh berupa pdf sehingga lebih mudah di simpan dalam
flashdiskku, tetapi ada beberapa file juga yang harus aku copy paste dalam bentuk word, dan aku cukup panik karena ternyata
tak ada aplikasi Microsoft Office, huaaaaa. Cukup aneh buatku karena biasanya
warnet selalu nyediain aplikasi yang umum lah kayak Microsoft Office, masa cuma
bisa internetan doang. Dan ternyata, setelah aku keluar dari warnet tersebut,
aku baru baca spanduk didepan warnetnya bertuliskan game online. Azzzzz-__-
Sebelumnya, aku sudah mengetahui
keberadaan warnet game online di
dunia jaman sekarang, memang banyak, tetapi aku gak tahu kalau warnet game online benar-benar hanya
menyediakan aplikasi game online
dalam komputernya. Udah ketebak, para gamer
yang mayoritas siswa, datang ke warnet bukan mau ngerjain tugas, tetapi cuma
mau maen game. Miris.
Sebagai salah satu korban game, aku cukup takut dengan keberadaan game-game yang seru, karena aku dulu
suka banget maen game walau
permainannya ecek-ecek alias gak butuh mikir keras buat mainnya. Tetapi, dampak
yang aku dapetin setelah maen game
adalah kebanyakan negatifnya, aku sering lalai dan malas-malasan karena game tersebut. Kadang, yang niatnya
cuman pengen nge-refresh otak, malah
bikin otak jadi males, hahaha. Entahlah, ya, mungkin setiap orang punya sensasi
berbeda ketika dan setelah maen game.
Setelah itu, aku segera pulang, malam
sudah benar-benar larut, gerbang kostan udah digembok namun belum terkunci
gemboknya, ah syukurlah. Dan, tiba-tiba temanku membalas pesanku yang
memberitahukan bahwa di sekitar kostannya banyak warnet namun cuma warnet game online, kalau warnet yang
benerannya malah jauh dari kostannya dia. Gubrak! Lihat saja? Cuma warnet game online yang banyak! Warnet beneran?
Ya, mungkin yang dimaksud temanku adalah warnet yang normal, tidak dipergunakan
untuk maen game saja, warnet yang
seperti warnet idamanku dulu. Tetapi, apa boleh buat jika warnet game online ternyata lebih laku
dibandingkan dengan warnet beneran. Toh,
pengguna warnet beneran sudah sangat
jarang karena kebanyakan orang mungkin sudah memiliki laptop pribadi untuk
melakukan tugas dan pekerjaannya. [ ]
Karang Anyar, 21 Desember 2015
Srea
Bersama sisa kalut di malam pencarian warnet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar