Angkot jurusan Dago-Riung pun melaju dengan
santainya ditengah jalanan Bandung yang ramai lancar. Sebagai salah satu
penumpang cantik dari lima wanita lainnya, aku dan temanku, Asy, sedang asik
membicarakan lika-liku perjalanan tugas akhir pertamanya, aku yang tak lama
lagi menyusulnya untuk menyusun tugas akhir tentu sangat ingin mencuri kisahnya
agar paling tidak aku mempunyai gambaran kelak; satu semester lagi, insyaAllah.
Terbentuk Negara didalam Negara, ternyata ada forum
lain di dalam angkot, ketiga wanita yang usianya diperkirakan seumuran pun
sedang asik membicarakan kisah mereka yang aku tak sengaja mendengarnya; mereka
membicarkan ujian di kampusnya.
Angkot berhenti, padahal tidak ada yang bilang ‘kiri’.
Kami sebagai penumpang tidak bingung, karena supir angkot memang begitu,
mempersilakan masuk kepada penumpang lain yang pada saat itu menjelma sebagai
seorang bapak tua yang suaranya lantang dan wajahnya segar.
“Pak, turun di terminal ya?” ujar bapak tua itu.
“Siap, Pak” jawab supir angkot.
Angkot melaju. Begitupun pembicaraan ‘dua kubu’ di
dalam angkot itu.
“Untung saja pengawasnya baik, sengaja bawa novel
biar gak ganggu kita lagi ujian. Hahaha.” Ungkap salah satu wanita di sebelah
Asy. Dua teman yang lainnya menyahut dengan tawa kemenangan.
“Nah ini! Orang Indonesia itu sekarang bodoh-bodoh
karena generasinya suka menyontek!” celetuk bapak tua yang sedari tadi mungkin
mendengarkan cuplikan percakapan salah satu kubu itu. Tentu saja, percakapan mereka
jelas dan keras. Aku dan Asy seperti pura-pura tak mendengar, kami tetap
berbicara meskipun mata dan pikiran sudah mulai memperhatikan sekitar.
Ketiga wanita itu kaget. Tak sadar percakapan yang
pantas disebut aib itu mereka bicarakan ditempat umum.
“Generasi dulu dengan sekarang itu beda. Orang jaman
dulu itu cerdas dan pintar karena mereka selalu berfikir. Anak-anak jaman
sekarang sudah terpengaruh oleh benda ini nih.” Lanjut bapak tua sembari
menunjuk ke hape salah satu wanita itu.
Sudah terbaca mimik muka ketiga wanita itu sangat
serba salah. Mereka seperti menyembunyikan tawa dan malu.
Pada saat aku turun dari angkot, meninggalkan
pembicaraan panas layaknya petuah seorang bapak kepada anaknya, temanku, Asy
bertanya: “Maksud bapak itu tadi apa ya? Kok muka anak-anak tadi langsung
berubah?”
“Iya. Anak-anak tadi sedang membicarakan menyontek
ujian. Bapak itu langsung menceramahi.” Jawabku.
“Oh ya.” Sahut Asy.
“Tapi benar juga kata bapak itu. Bapak itu bilang:
“Orang Indonesia bodoh-bodoh karena suka menyontek.” Lanjutku.
“Waktu aku D3 di Malaysia, tidak pernah ujiannya open book. Jadi pas disini ujiannya ada
yang open book, aku merasa aneh.”
“Menyontek yang diperbolehkan. Tapi membuat kita
menjadi malas menghafal. Hahaha.”
“Ya, benar.” Jawabnya singkat.
Beberapa detik. Setelah berhasil menyebrang jalan.
Setelah itu aku baru menyadari.
JLEB! Serasa ditampar. Serasa menjelekan diri. Serasa
mempermalukan diri sendiri dan bangsa sendiri. Aku baru sadar temanku ini turis
Malaysia. []
Di
hari libur gara-gara imlek
Bandung,
19 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar